Adsense Atas

MENGENAI SASTRA PERBANDINGAN

Memperbandingkan hal-hal dan pemikiran-pemikiran merupakan asas dari metode penelitian ilmiah yang memiliki fungsi penting, dan secara alamiah perbandingan menjadi bagian dari bab studi sastra baik pada kritik sastra maupun pada perkembangan sejarahnya, Sastra perbandingan itu digunakan untuk memperbandingkan antara unsur-unsur sastra, seni, priodesasinya, dan para tokoh, kesemuanya sebagai penjelasan atau rujukan dalam mengembangkan ilmu sastra perbandingan.

Sastra perbandingan telah muncul pada awal-awal sejarah perkembangan sastra Arab dan terus berlangsung sepanjang masa hingga sekarang, dan akan selalu ada sebagai sarana dalam mengkritik dan mengetahui sejarah. Bila dilihat sejak zaman jahiliah sastra perbandingan digunakan sebagai landasan dalam menentukan keutamaan pada suatu karya, dan pada masa perkembangan Islam perbadingan itu meluas hingga menyentuh persoalan perbandingan antara al-Qur’an dan bahasa bangsa arab, antara para penya’ir rasul dan orator-oratornya disatu sisi dan utusan dan orator bangsa Arab disisi lainnya.

Sedangkan pada masa Umayyah merambah perbandingan antara para ahli dibidang sastra romantis, para penya’ir-penya’ir besar, antara para orator, dan sastrawan.

Pada masa Abbasiyah perbandingan dan kritik ini dawali dengan perbandingan antara Basyhar ibn Barad dan Marwan ibn Abi Hafsah, antara Ibn Abi Atahiyah dan Abi Nuwas, antara Abi Tamam dan Bahtary, antara Abi Muqofa’ dan Abd Hamied. Selanjutnya pada puisi dan prosa, dan orator dan penulis, dan antara ide dan daya khayal.

Kesemua yang dijelaskan sebelumnya merupakan pembahasan dari sisi seni, sedangkan dari sisi sejarah yang berhubungan dengan proses pembukuan, dan penentuan pemikiran dan landasan perbandingan tidak banyak ditemukan pertentangan. Dan diantara tokoh yang awal-awal membahasa persoalan perbandingan adalah Muhammad Ibn Salam yang wafat th. 231 H, ia melandasi perbandingannya pada : banyaknya puisi yang dihasilkan dan keindahannya.

Dan ringkasan mengenai selanjutnya teori perbandingan antara : “menjelaskan teori sya’ir Arab, dan kesimpulan asli dari keduanya dalam makna dan pengibaratan. Lalau membandingkan antara pendapat penya’ir yang satu dengan penya’ir lainnya dan melihat kepada hokum asli suatu karya yang dibangun diatas rasa dan kenyataan manusia secara umum, selanjutnya berhenti pada pentafsiran, menurut para pemerhati seni tanpa memahami tabi’at jiwa seorang penya’ir. Karena itu merupakan fitnah yang dilakukan oleh kritikus terhadap panya’ir karna tidak adanya hubungan antara penya’ir dan kedaan hidupnya !?”.

Dalam memperbandingkan terdapat jalan yang terdiri menjadi dua sisi metode yang berbeda: sisi keutamaan dan sisi kesimpulan dan cirri khas, dan para pengarang menetapkan beberapa hal :

1. dengan mentransformasi pemikiran-pemikiran dalam keutamaan antara para penya’ir.

2. dengan memperbandingkan dan sifat secara global seperti yang dilakukan oleh Ibn Asier ketika membandingkan antara Abi Tamam dan Bahtary dan Mutanaby, dan dibatasi dengan melihat cirri khas setiap karya tersebut.

3. dengan meletakkan pembanding pada hukum serta keindahan sya’ir dan kecacatannya sebagaimana yang dilakukan oleh al Jurjani.

Dan Jurjani saat membandingkan keadaan sya’ir ( tabiat sya’ir, riwayat, kebiasaan) antara penya’ir kontemporer dan kuno ia menemukan bahwa kebutuhan peny’ir kontemporer terhadap riwayat terdhulu dan hapalan adalah lebih sedikit, dan ia juga membndingkan sya’ir dari sisi semiotikanya dan perbedaan penciptaan sesuai dengan seni keragaman sya’ir.

Dan bangsa arab mengutamakan sya’ir dalam hal keindahan dan kebaikan, kemuliaan, kandungan lafadz, keselarsannya. Selanjutny para ulama sya’ir mengelompokan perbandingan penya’ir kepada: kedudukan zaman dan seni, lalu kepada penya;ir yang lebih memperhatikan lafadz dan yang lebih memperhatikan makna, dan penya’ir yang mencetakkan hasilnya atau menulisnya, lalu membandingkan penya’ir pada sya’ir yang bersifat spontan dan yang dipersiapkan, dan dari penggunaan seni pada sya’ir.

Dan Al Jurjani dalam membandingkan sya’ir dalam susunannya, ibarat-ibarat, makna. Dan dalam kitab “Dalailul I’jaz” ia membandingkan sya’ir pada dua bagian : bagian dimana seorang penya’ir dan sya’irnya memiliki makna yang tertutup dan sederhana dan bagian dimana seorang penya’ir dan sya’irnya dibuat dalam makna dan penggambaran.

Dan dari para sastrawan modern yang menulis mengenai sastra perbandingan ialah Fustaky yang menulis kitab “Manhal Fi Ilmi Intiqad” dan menurutnya naqd teridiri dari tig kedudukan : penjelasan, tabwieb, hokum (isi yang terkandung). Dan dalam memurnikan hikmah dalam sastra terdapat lima kaidah : mengkritik penya’ir, perkataan yang dikatakan dalam sya’ir itu, zaman, tempat, hikmah yang dikandung apakah dengan tarjieh atau tartieb, membatasi kedudukan, dan menentukan kedudukan.

Adsens Kiri Adsens Kanan

0 komentar:

Posting Komentar

Postkan Komentar Anda

 
Note & Pena © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top