Adsense Atas
Oleh Suripto SH, Direktur Dewan Penasihat Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia
Memperhatikan rangkaian dari sejumlah kasus dan kejadian pada beberapa masa sebelum, selama dan pasca tragedi World Trade Center --sebagaimana terpaparkan dalam buku Agenda Tersembunyi Tragedi WTC (Global Mahardika, Desember 2001] -- ada dugaan kuat bahwa tragedi 11 September 2001 itu sengaja dibuat sebagai dalih AS dan sekutunya untuk menyerang Afghanistan.
Serangan dahsyat itu ternyata juga mengisyaratkan adanya plot atau persekongkolan yang didesain oleh Mosad-CIA. Dalam pelaksanaan operasinya, boleh jadi, melibatkan beberapa orang muslim.
Indikasi adanya plot atau persekongkolan dapat dilihat sedikitnya pada dua peristiwa. Pertama, pertemuan Direktur ISI Pakistan Jendral Mahmud Ahmad dengan para pejabat CIA sebelum dan setelah aksi 11 September.
Kedua, pertemuan antara Usamah bin Ladin dengan pejabat CIA pada Juli 2001 di rumah sakit militer AS di Dubai, Qatar.
Sepekan sebelum aksi serangan WTC dan Pentagon terjadi, Mahmud Ahmad sudah berada di Washington dan telah bertemu dengan orang-orang CIA yang selama ini menjadi mitra ISI. Dia sendiri bertemu secara formal [dan dipublikasi oleh media] sehari setelah tragedi terjadi.
Dari pertemuan formal itu, terpublikasi seolah-olah Jendral Mahmud datang ke Washington sebagai utusan resmi Presiden Musharraf untuk menyatakan rasa prihatin dan ikut berdukacita dari Pemerintah Pakistan. Tetapi, fakta bahwa dia sudah berada di AS jauh sepekan tragedi berlangsung menimbulkan tanda-tanya.
Apalagi kemudian, sebagaimana dilansir oleh Times of India, Mahmud Ahmad punya kedekatan khusus dengan Muhammad Atta --satu dari 18 nama tersangka pelaku aksi 11 September. Staf atau bawahan Mahmud Ahmad diketahui terlibat pengiriman transfer uang sekitar US$100.000 ke Muhammad Atta.
Kalau benar Atta terlibat dalam aksi 11 September, maka ISI dan CIA juga hampir dipastikan ikut terlibat dalam aksi teror. Sementara banyak data lain memberi indikasi Mossad juga terlibat dalam rencana itu.
Fakta lain yang bisa menjadi petunjuk atau indikasi adanya persekongkolan adalah laporan yang menyebut adanya pertemuan antara Usamah bin Ladin dan pejabat CIA di sebuah RS di Dubai, Qatar. Antara 4-14 Juli 2001, seperti dilaporkan harian Francis Le Figaro, Usamah dirawat karena penyakit ginjal di RS militer AS di Dubai, Qatar. Selama perawatan, pejabat CIA setempat sempat mengujungi Usamah. Dan sehari setelah Usamah diterbangkan kembali ke Afghanistan, pejabat CIA itu ke Washington dan memberi laporan ke markas besar CIA di Langley, AS.
Apa isi pertemuan Usamah dengan agen CIA di Dubai, dua bulan sebelum Tragedi WTC, belum jelas benar. Tapi, dipastikan sangat penting sehingga agen CIA setempat perlu melapor secepatnya ke Washington. Ada kabar yang berkembang bahwa dalam pertemuan itu, rencana serangan ke Afghan sudah disebut-sebut.
Soal rencana serangan ke Afghan sendiri juga terungkap dari banyak peristiwa lainnya. Mulai dari dokumen Atlantic Monthly, pertemuan Berlin, rencana kelompok delapan, memo Rusia ke DK PBB, bahkan jauh sebelumnya dari pertemuan Unocoal-Kongres pada Februari 1997.
Dalam sejarah operasi intelijen, teknik plot atau persekongkolan memang sudah kerap dilakukan CIA. Sekadar menyebut contoh antara lain dalam pendalangan aksi G30S PKI dan penggulingan Presiden Soekarno di Indonesia, rencana pembunuhan pemimpin Kuba Fidel Castro, pembunuhan Patrice Lumumba [PM Congo], pembunuhan Presiden Vietnam Ngo Dinh Diem, serta penggulingan Presiden Panama Manuel Noriega, Presiden Chili Salvador Allende dan rencana pengulingan Presiden Irak Saddam Hussein atau Presiden Libya Muammar Kaddafi.
Selain Muhammad Atta, yang diduga menjadi perantara dalam persekongkolan CIA-ISI-Mossad dalam aksi 11 September adalah Zacarias Moussaoui, warga Francis keturunan Maroko. Dia dicurigai menjadi perantara sejak atau ketika belajar sekolah terbang dan mendapat chek 14.000 dari Alqaida. Saat sekolah terbang dia sudah berusaha mencari data-data manual menerbangkan pesawat jumbo-jet Boeing 747.
Bagi AS, Tragedi WTC itu hanya dalih untuk membenarkan serangan ke Afghanoistan yang telah lama digagas. Ada tiga tujuan utama AS menyerang Afghan dalamhalini. Pertama, mengamankan perdagangan opium. Sejak Taliban berkuasa, produksi obat bius turun lebih dari 94,5%.
Kedua, kepentingan bisnis minyak dan gas, terutama proyek pipanisasi bawah tanah jalur Utara-Selatan yang melintas daratan Afghan. Sejak empat tahun lalu, AS dan kalangan bisnisnya melihat Taliban sebagai penghalang ekspansi dan obsesi menguasi ladang-ladang migas di Asia Tengah.
Dan, ketiga kepentingan pertahanan jangka panjang untuk meredam pengaruh dan ekspansi militer RRC di Asia Tengah, khususnya Afghanistan. AS melihat kekuatan pertahanan Cina sebagai ancaman bagi hegemoni AS di Eurasia dan Asia Tengah, khususnya.jun
0 komentar:
Posting Komentar
Postkan Komentar Anda